08 Februari, 2010

KEDATANGANNYA KEHANCURANKU

Sejauh apa tekatmu untuk berubah sangat tengantung pada sebuah kemampuan melawan setiap halangan yang menganggu konsentrasi. Sebuah ungkapa yang harus dipercaya kebenaranya, walau tidak dapat aku jalankan secara sempurna.
Tekat untuk berubah datang begitu saja, setelah aku tahu bahwa semua kehidupanku selama ini telah menghancurkan keutuhan keluarga. Setiap hal buruk aku dedikasikan kepada ayah yang selama ini telah membuat hidupku sangat hancur.
Keinginanya agar aku menjadi seorang dokter seperti dirinya, telah dia siapkan sejak dini. Keputusan dalam setiap pendidikan selalu harus atas persetujuannya, tidak satupun ayah membiarkan aku mandiri melakukan dan mengambil keputusan sendiri.
Setumpuk buku yang mengarahkan diriku untuk menjadi seorang dokter menjadi selalu hadia yang ayah angga sebagai sebuah hadiah yang akan membuat aku merasa gembira. Awalnya semua perlakuan itu aku angga sebagai sesuatu yang sementara, keyakinanku mengatakan setelah aku dewasa nanti ayah akan membiarkan aku memilih sesuai dengan apa yang aku inginkan.
“Ayah, tolong hargai sedikit perasaan Miko, setidaknya biarkan aku bergaul dengan teman-teman”. Ungkapa itu selalu ingik aku kata ketika berada didepannya, pancaran mata yang dilapisi oleh kaca mata tebal serta gerakan mulut yang dilapisi kumis tebal, membuat aku tak mampu mendorong jiwaku untuk memberikan irama otak agar mengeluar kata-kata itu lewat mulutku.
Kini sosok itu telah pergi meninggalkan sebuah penyesalan sangat dalam bagi diriku, setelah semua aku pendam sendiri akhirnya aku malah terjerumus dalam sebuah pergaulan yang selalu menganggap bahwa hidup adalah milik kita, maka segalanya harus atas kemauan kita.
Menghadapi segala perbedaan dengan lingkungan kami lawan dengan perbuatan yang tak mereka sangka-sangka. Mabuk, menggunakan obat-obat terlarang adalah sebuah senjata yang sangat ampuh untuk melawan setiap arogansi.
“Sikap terbaik dari sebuah kedewasaan berpikir adalah mau menerima keadaan dengan lapang dada”. Itu adalah pelajaran pertama dari seorang om Darto, selama kepergian ayah dialah yang merangkul aku dalam sebuah sikap positif.
Ditengah pergulatan keluarga yang mengarahkan semua kesalahan atas kepergian ayah kearahku, om Darto malah membawa aku pada sebuah ruang yang menbuat aku sadar bahwa hidup ku belumlah berakhir. Ada banyak tanggung jawab yang harus ku emban sebagai anak pertama.
“Agar kamu lebih konsentrasi dan mendapat pengawasan serta terhindar dari lingkungan yang akan membuatmu kembali, om Darto akan membawa kamu kepondok pesantren”. Di pondok milik Pak Salman teman om Dartoa aku mulai memprogramkan diri untuk berubah.
“Berubah adalah kata yang sangat mudah diungkapkan, namun dibalik mudahnya perkataan itu terkandung sebuah perjuangan untuk dapat mewujudkan”. Ust Salman memulai ceramahnya dengan kata perubahan, cerama ini sengaja khusus untuk membuat aku sadar atau cerama itu sudah dijadwalkan olehnya untuk disampaikan pada saat pertama kali aku mengikuti.
“Kalian akan menerima beberapa lapis godaan, setiap lapisan itu setan selalu mempunyai keahlian khusus untuk menaklukan kita”.
Ust Salman menjalaskan seluruh hal yang mungkin akan aku alami setelah aku memulai langkahku dalam sebuah perubahan positif, selama macam ibadah telah dia jelaskan dengan jelas. Penjelasan itu berlangsung selama seminggu, dengan berbagai cara. Terkadang aku menerimanya dalam ceramah umum yang setiap murid pondok mendengarkannya, atau dia memanggil khusus diriku, bahkan ditengah kami berjalan dia terus mengarahkan dan mendorong diriku untuk total dalam misi perubahan ini.
“Ini sebuah perang sangat menguras tenaga dan emosi serta lahir batin, kamu harus kuat. Yakinlah aka nada pertolongan dari Allah ketika kamu sudah mulai melewati setiap fase-fase pendewasaan yang matang atas dirimu”.
“Doakan saja Ustad, saya sangat serius untuk melakukan ini. Saya tidak ingin tersesat dalam sebuah pergulatan jiwa yang akan menjerumuskan saya”.
“Doa saya serta keluargamu akan selalu menyertai langkahmu”. Setelah mendapat pengarahan langsung dari Ustad Salman aku harus melakukan kegiatan rutin di pondok itu, aku bukan lagi murid yang istimewa yang setiap saat mendapat pengarahan langsung dari Ustad Salman.
Semua harus aku lewati dengan sebuah tekat yang kuat, dukungan teman-teman dipondok seolah menjadi sebuah obat yang akan mampu memberikan ketenanga untuk batin dan jiwa seorang pengembara yang tersesat.
Rutinitas yang sama selalu mewarnai hariku, berawal dari tengah malam hingga tidur setelah mengaji menjadi sebuah perputaran waktu yang sangat panjang. Pergerkannya sangat menguras tenaga untuk dilewati, yang berat untuk dilewati adalah kita sebuah bisikan yang entah dari mana, datang menemani setiap langkahku.
“Kamu salah mengambil jalan ini, ini akan membuatmu semakin terluka karna kamu akan menyusul ayahmu”. Ditengah aku coba untuk beribada dengan khusuh dia datang, kedatangannya terasa sangat dekat. Entah lewat kuping atau aku hanya bisa mendengar dari dalam jiwaku sendiri.
“Satu hal yang kamu harus tahu, bahwa setiap orang yang tiba-tiba berbuat baik dan taat biasanya kematian akan menjemputnya”.
“Ketika dia datang sia-sialah segala perbuatanmu ini, karna tidak akan berguna sedikitpun”.
“Apa yang kamu pikirkan Mik, aku melihatmu dari tadi sangat gelisah”. Tepukan pundak yang Ahmad lakukan membuat aku tersentak, aku larut dengan bisikan yang datang silih berganti. Seolah apa yang aku dengar itu menjadi sebuah kenyataan yang tak mungkin di pungkiri kebenaranya.
Sudah banyak cerita yang hinggap dikupingku tentang masalah kematian yang diawal dengan perbuatan baik, aku merasa belum saatnya kematian itu datang padaku. Karna aku ingin berbuat sesuatu yang akan membuat mamaku mau mengakui aku sebagai anaknya lagi.
“Aku memikirkan sebuah kematian yang tak semestinya datang pada saat orang mulai mencoba menata kehidupan setelah sekian lama dia gunakan untuk sebuah kesalahan”.
"Jangan biarkan itu menjadi sebuah penghalang untuk kamu maju dan melanjutkan sebuah perbuatan baik. Coba kamu pikirkan, mana yang lebih baik mati ditengah kita menikmati kehidupan yang penuh dengan kamasiatan di bandingkan mati ketika kamu sedang melakukan sebuah perbuatan baik untuk dirimu sendiri”.
“Hal yang paling berat yang harus kamu lalui adalah menyadari bahwa sebuah kematian tidak dapat kita sangka-sangka kedatangannya. Bahkan setanpun tidak tahu, karna kematian itu datang pada diri kita, dengan kelemahan hati dan pemahaman kita akan hal itu, setan mengambil bagian itu untuk melemahkan semagat kita”. Nasehat itu seakan memberikan sebuah solusi jitu untuk menghindar dari sebuah pelemahan tekat yang dilakukan oleh sebuah bisikan yang tak tahu datang dari mana. Yang dia tahu bisikan itu dapat dia dengar dengan jelas.
Selang waktu berganti setelah aku dapat kembali bersemangat untuk menjalankan ibadah, bisikan itu datang dengan pengaruh yang berbeda. Seolah dia tahu semua kelemahan yang akan membawa aku kembali berbuat sesuatu sehingga kebahagian akan aku dapatkan.
Setelah menjalankan sholat Dhuhur berjamaah, aku membiarkan diri larut dalam sebuah zikir. Aku berharap dengan ini aku akan mendapatkan sebuah energy positif yang akan membawaku pada sebuah fase yang lebih dari apa yang telah aku lakukan selama di pondok ini.
“Kamu hebat Miko, sekarang kamu adalah orang yang sangat sabar dan baik”.
“Segala kebaikanmu ini akan sangat berguna ketika kamu pulang dan berbakti pada mamamu, dia sangat kesepian setelah kepergian ayahmu. Segala ilmu telah kamu dapatkan tinggal kamu praktekan dirumah”.
“Bukankan praktek langsung jauh akan membawa kamu pada proses yang sangat cepat untuk berubah”.
Jarinya bergerak, menghitung setiap bacaan yang dilakukan. Ditengah diriku larut dengan setiap hitungan dan bacaanku, aku merasa seolah sudah menjadi manusia yang sangat suci. Apa yang aku lakukan sekarang menjadikan aku berubah hampir 180 derajat, bibirku seolah bergerak sendiri menunjukan bahwa aku telah menjadi manusia yang sangat bahagia dengan apa yang selama ini aku lakukan.
“Wahai saudaraku, sungguh senyummu membawa aku pada sebuah kegelisahan”. Expresi wajah Ahmad seolah menyadarkan dirinya bahwa aku melakukan sebuah perbuatan yang tak ada manfaatnya.
“Apa yang membuatmu gelisa Ahmad, bukankah kamu melihat sendiri aku merasa sangat bahagia. Selama ini aku telah belajar sangat keras dan giat sehingga kepuasan itulah yang memancarkan diri lewat senyumku ini”.
“Apa yang membuatmu tersenyum ketika aku mendengarkan bacaanmu tak terucap dengan benar, aku melihat, kamu tidak meresapi setiap zikir yang terucap. Aku melihat kamu begitu terburu-buru sehingga terkadang kamu melewati hitunganmu”. Kali ini aku kaget dengan apa yang Ahmad katakana, tanpa aku sadari dengan jelas. Aku terkadang lupa sudah berapa banyak zikir yang telah terucap. Aku larut dengan bisikan yang membuat aku bangga akan semua usahaku.
“Langkah selanjutnya yang setan serang adalah membuat kita puas akan apa yang telah kita lakukan, pada hal kita masih dalam proses. Mereka akan membuat kita merasa bahwa seorang pemula tidak perlu melangkah lebih jauh untuk beribadah”.
“Apa yang kamu ucapkan baru saja aku alami, dia membawa aku pada sebuah kesombongan”. Akhirnya aku menyadari bahwa bisikan itu datang untuk memperlemah niatku untuk terus membentengi diri akan godaan yang menghampiri aku.
“Dia datang dengan sangat halus, semakin kita mempertebal keimanan, semakin gencar dia menyerang. Kelemahan kita adalah cepat merasa puas dengan apa yang kita lakukan, pada hal kepuasan itu membawa kita pada sebuah pelemahan karakter untuk terus maju”.
“Terima kasih, aku sadar dia datang karna ilmuku masih sangat sedikit sehingga tanpa disadari aku membiarkan dia masuk keruang kesombongan yang sedang aku coba untuk menutupnya”. Ahmad kembali membawa aku kejalur yang benar dalam melakukan sebuah ibadah, tanpa disadari aku merasa bahwa aku sedang belajar dari Ahmad. Ahmad bukan seorang guru atau Ustad dipondok ini, dia adalah murid biasa seperti aku.
Kami berada dalam sebuah kamar, kedekatan kami kian hari semakin dalam. Sering kami saling bertukar pikiran, membahas setiap pelajaran atau ceramah yang baru saja kami terima. Hubungan itu semakin akrab ketika dia mampu menyadarkan aku dikala setiap langkahku mulai mengarah pada sikap yang tidak benar.
“Apa yang membawa kamu kesini”. Aku merasa sebuah ketenangan batin yang sangat kuat ada dalam diri Ahmad, namun dari sikap dan caranya berbicara aku merasa dia bukanlah orang yang dengan sengaja dikirim oleh orangtuanya dengan harapan kelak akan menjadi seorang ustad di daerahnya.
“Butuh proses yang panjang untuk aku berada disini”. Aku melihat Ahmad menarik nafas yang sangat dalam sebelum mampu mengatakan hal itu, sebuah perasaan yang mampu membuat aku masuk kedalam sebuah penderitaan yang sangat kelam.
“Aku hanya ingin mendapat sebuah energy dari kisahmu, mungkin dari situ aku akan membawa diriku semakin bersemangat melewati setiap godaan itu datang”.
“Aku kehilangan seluruh keluargaku, amarah yang tak terkendali akan sebuah penghianatan. Aku seolah terjebak pada sebuah situasi yang tak semestinya aku lakukan”. Sepanjang cerita itu berlangsung aku melihat Ahmad dengan sekuat tenaga dia mengarahkan dirinya untuk tetap berada dalam sebuah ketenangan.
Dia membakar rumahnya, perbuatan itu dilakukan dengan sengaja. Perbuatan mamanya yang berselingkuh dengan teman kerja papanyalah yang membuat dia kalap, emosinya menguasai seluruh alam bawah sadarnya. Kemarahanya memuncak ketika pulang sekolah dia melihat mamanya berada satu kamar dengan lelaki itu, tanpa berpikir panjang seluruh rumahnya disiram dengan bensin yang dia keluarkan dari tengki motornya.
Dengan bahasa yang halus dia telah mencoba menegur mamanya dan mengatakan bahwa semua itu sangat membuatnya terluka. Namun apalah daya seorang bocah yang baru duduk di SMP kelas satu, omongannya seolah tak perna dapat dipercaya.
Hal itu dibuktikan dengan sikap papanya yang tak mau percaya dengan pengaduannya tentang kelakuan mamanya, rasa cinta yang teramat mendalam dengan wanita yang dijodohkan orangtuanya telah mampu menbuta dan mentulikan teliga papanya.
Dengan nafas yang tersengat-sengat Ahmad membakar rumahnya, lingkungan rumah itu sangat sepi karna biasanya pada siang hari jarang ada orang, karna kebanyakan orang dilingkungannya adalah pekerja kantoran. Rasa panas yang mengelilingi rumah itu tidak terasa oleh mama dan temannya karna mereka dalam keadaan tertidur.
Satu hal yang terlupakan olehnya, bahwa pada jam itu, adik perempuannya pun tertidur pulas dikamarnya, ketika akhirnya dia melihat papanya datang. Tanpa berpikir panjang papanya masuk dengan meneriakan bahwa dia harus menyelamatkan Mita adik perempuannya.
Emosi yang memuncak itu berubah menjadi ketakutan yang sangat dalam, dia lupa bahwa adiknya ada dalam rumah itu. Harapan bahwa papanya akan keluar membawa Mita punah ketika setelah sekian lama dan orang mulai berdatangan, dia tak melihat seorangpun keluar dari kobaran api yang semakin membesar.
Proses hukum tidak dapat diterapkan pada Ahmad, umurnya yang masih sangat mudah membuat polisi mengarahkan Ahmad pada sebuah langkah pemulihan jiwa. Rasa sayang seorang tantennyalah yang membuat dia berada di pondok pesantren bersama aku.
“sudah hampir tujuh tahun aku mencoba untuk dapat memaknai setiap periode waktu yang terlewatkan”.
“Dia datang dan pergi membuat aku terombang ambing dengan perasaan bersalah”.
“Disaat aku sudah mampu membangun benteng untuk menata hidupku, kembali dia datang dengan pasukan yang siap tempur dengan segala cara untuk memenangkan jiwaku”.
“Hingga akhirnya aku dapat mempelajari setiap serangan yang dia lancarkan, dan setiap pengulangan itu aku dapat merasakan sebuah cara yang sama untuk setiap serangan itu datang. Dengan kesadaran itulah aku bangkit dan melawan setiap dia datang”.
Bergulirnya waktu terus menyeret aku akan sebuah dahaga yang sangat dalam, setiap hari Ahmad mampu membuat aku sadar bahwa perjuangan ini adalah sebuah langkah yang harus diambil. Sedikit saja kita lengah dia akan datang menyerang dengan cara yang sangat halus, serta dengan jurus-jurus yang amat tidak kita sadari datangnya.
“Tapi kamu tidak perlu merasa lelah, ketika kita mampu melewati semua serangan itu dengan sabar Allah akan selalu membantu kita melaluinya dengan mudah. Semudah kamu menghelaskan nafas untuk kehidupanmu”. Keputusan yang benar dari semua perubahan ini adalah aku akan tetap bertahan hingga aku dapat merasakan datangnya pertolongan Allah sehingga aku tidak akan mampu kembali lagi terjebak kedunia masa lalu yang kelam………………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar